Header Ads

Sisi Gelap Pelajar Putri Di Jepang

Sebagian foto-foto pelajar putri yang "dititipkan" oleh mereka ke kafe-kafe Joshi-Kosei sebagai sarana iklan penawaran layanan "plus-plus"
Mungkin ini sulit dipercaya, namun beginilah yang sebenarnya terjadi di Jepang. Tak ada bedanya dengan kondisi bisnis lendir di Indonesia.
Meski Jepang melegalkan prostitusi dalam berbagai bentuk, namun prostitusi yang melibatkan para wanita pekerja seks komersial (PSK) yang masih di bawah umur tidak diperbolehkan oleh undang-undang. 

Namun faktanya, sekali lagi, sama seperti di Indonesia, prostitusi yang dilakukan oleh pelajar perempuan yang masih di bawah umur ternyata sangat marak dalam berbagai bentuk yang terselubung. Prostitusi ini marak di Tokyo sepanjang libur akhir tahun. Ini adalah sebuah rahasia umum karena setiap orang Jepang mulai dari pelajar SMP hingga orang dewasa pasti tahu dan sudah maklum. 

Bagi kita, hal ini sulit dipercaya karena pelajar Jepang yang dibentuk oleh sistem pendidikan yang disiplin namun tetap humanis dikenal punya reputasi cemerlang dengan berbagai temuan-temuan inovatif mereka. Sebuah sisi gelap yang amat mengejutkan siapapun, khususnya bagi kita di Indonesia.
Bagaimanakah caranya mengetahui mana pelajar putri yang santun dan pelajar putri yang "menjual diri?" 

Ternyata caramya amat mudah. Biasanya para pelajar putri yang merangkap sebagai PSK terselubung ini mengenakan rok-rok mini, bahkan super mini sebagai bawahan seragam sekolahnya. 

Cobalah lihat misalnya yang bertebaran di jalan-jalan, sambil menyebar pamflet berupa foto mereka beserta nomor ponsel mereka di belakang foto tersebut ke kafe-kafe Joshi-Kosei (JK). Bisnis kafe semacam ini, menyediakan para pelajar cantik nan menggoda sebagai LC atau Lady Company, di mana para pelajar itu rata-rata mendapatkan US$ 8 (sekitar Rp 110.000) per jamnya sebagai LC. 

Para pelajar yang rata-rata berusia 16 tahun itu, bisa dibilang sebagai teman kencan sewaan yang bisa menemani klien untuk “bersosialisasi”, serta menyediakan makanan dan minuman kepada klien-klien yang usianya berkali-kali lipat lebih tua dari usia mereka. Kebanyakan pelanggan para PSK di bawah umur ini berusia 30-an sampai 60-an.





Umumnya, para pelanggan meminta sesuatu yang lebih dari sekadar "bersosialisasi" biasa. Siapapun tahu bahwa para pelajar putri ini bersedia diajak kencan di luar serta juga mau melayani apabila diminta memberikan "layanan ranjang" yang "memuaskan"

Bukan hanya kafe-kafe yang secara terselubung menyediakan para pelajar putri sebagai LC, tetapi juga banyak tempat pijat "plus-plus" yang bahkan secara terang-terangan mempekerjakan terapis yang masih berusia pelajar dan siap melayani permintaan "layanan luar biasa" di ranjang apabila dikehendaki oleh tamunya.














Akibat maraknya praktek prostitusi di bawah umur ini adalah meningkatnya kasus perdagangan manusia dan pemerkosaan.

Salah satu faktor yang menyebabkan merebaknya kasus pemerkosaan di Jepang adalah berkembangnya budaya anime dan manga. Meski pada 2014 pemerintah Jepang mengeluarkan undang-undang yang lebih tegas soal kasus eksploitasi gadis di bawah umur dan prostitusi, namun aturan tersebut tidak bisa digunakan untuk melarang produksi dan pornografi anak yang banyak terdapat di komik-komik anime serta manga.

Ya, di sejumlah komik anime dan manga, banyak digambarkan tentang pelecehan seksual gadis di bawah umur dengan berlindung kepada aturan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Bahkan hal ini pun secara jujur diakui oleh salah satu manajer sebuah Production House Manga, Hiroshi Chiba.

Beginilah salah satu konten komik anime dan manga di Jepang yang banyak mengekspos materi dewasa secara terang-terangan

“Budaya yang kaya lahir dari sesuatu yang mungkin tak diterima semua orang. Yang pasti, kita harus menyediakan ‘area abu-abu’ terhadap eksisnya kejahatan (pelecehan dan pemerkosaan). Kejahatan yang menjijikkan,” ujar Chiba.

Kepolisian Jepang menyatakan bahwa sejak tumbuhnya budaya anime dan manga, kasus kejahatan seksual dengan korban yang masih di bawah umur meningkat sekitar 20 persen pada 2011-2012.

Bahkan pada 2013, tercatat lebih dari 6.400 anak di bawah umur jadi korban, termasuk 1.644 kasus pornografi anak dan 709 kasus prostitusi anak di bawah umur.

Terkait hal ini, sejumlah aktivis dari organisasi anti-pornografi, mendesak pemerintah Jepang untuk lebih sigap memberi perlindungan terhadap anak di bawah umur.

“Tak dipungkiri lagi bahwa Jepang masih jadi negara yang menolelir pornografi anak,” tulis pernyataan salah satu organisasi anti-perdagangan manusia, Lighthouse Center for Human Trafficking Victims.
(CNN)


2 komentar

Giri Diwa Adam mengatakan...

Jika saya tinggal di sana dan kebetulan bertemu/berpapasan dengan remaja putri yang sedang melakukan hal terlarang tersebut hal pertama yang saya lakukan adalah mengajaknya berbicara berdua di taman tentang masalah yang ia hadapi. dan jika saya bisa saya akan mengajaknya langsung menikah atau di halalkan suapaya ia tidak kembali ke jalan sesat itu dan hidup bersama saya selama lamanya.

dofir mengatakan...

Saya tidak sendapat dengan yg diatas saya karena lucu bahasanya bersama hidup selama- lamanya, bahasa lu terlalu idealis bos, ngak kuda goblok

Diberdayakan oleh Blogger.